haibogorngariung@gmail.com Sign In | Sign Up

”Ada yang sudah bergerak banyak, tapi minim publikasi. Ada juga yang belum berbuat banyak, tapi sudah banjir publisitas”. Kira-kira seperti inilah keresahan dari kawan saya Robby Firliandoko, Koordinator Utama @Bogor.ngariung . Dia mengatakan bahwa sekarang banyak komunitas yang lebih mengejar publisitas dari pada fokus ke apa yang menjadi target komunitas tersebut.

 

 

Tidak dapat dipungkiri, fakta tersebut memang benar. Banyak komunitas-komunitas ”zaman now” yang lebih mengedepankan publikasi dan publisitas tentang eksistensi komunitas mereka ketimbang fokus pada konten-konten kegiatan mereka sendiri. (Mungkin) Bagi mereka, yang penting mah dikenal aja dulu, masalah bagaimana isi dalam komunitasnya nanti dipikirin lagi. Lalu pertanyaannya, salahkah pola pikir seperti ini?

 

 

Menurut saya pribadi, sah-sah saja memiliki pemikiran demikian. Karena kalau kita teliti lebih dalam, mayoritas anggota komunitas yang dimaksudkan oleh Robby berusia rata-rata 20 tahun. Mereka adalah generasi yang mulai tumbuh dewasa beriringan dengan bertumbuhnya pengguna Instagram dan melubernya gadget murah di Indonesia. Apa korelasinya antara instagram, gadget dengan style berkomunitas mereka?

 

Di Instagram, kita bisa membagikan apapun kegiatan kita dan bisa dilihat banyak orang. Dan biasanya, orang memiliki kecenderungan untuk mengikuti sesuatu yang dilihatnya menarik. Mungkin anggota-anggota komunitas ini melihat banyak unggahan tentang kegiatan sosial di Instagram mereka. Jadi mereka tertarik dan ingin juga bisa seperti mereka. Ingin ikut melakukan kegiatan atau ingin punya foto sedang berkegiatan sosial yang baik untuk dapat diunggah di sosial media mereka πŸ˜‚

 

 

Lalu melubernya gadget murah pun bisa jadi punya pengaruh. Hari ini, smartphone sudah bukan lagi barang mewah. Semua orang bisa memilikinya. Bahkan saya pernah baca berita tentang pengemis yang kedapatan tengah asyik bermain COC di tablet miliknya. Luar biasa bukan? πŸ˜‚
Nah, semakin banyak dan meluasnya kalangan yang memiliki smartphone di Indonesia ini, membuat informasi tentang kegiatan-kegiatan komunitas ini makin tersebar ke semua kalangan. Saya bahkan pernah menemui anak kelas 8 smp yang tergabung dalam komunitas dance di Bogor, saat saya tanya tahu komunitas itu dari mana dia bilang dari Instagram. Begitu dahsyatnya pengaruh sosial media saat ini.

 

 

Berbeda dengan generasi saya dan Robby, yang sewaktu saya seumuran dengan mereka. Sosial media saya terbatas di Friendster dan Facebook. Untuk mengaksesnya pun harus pergi ke warnet yang biasanya diisi oleh gamer-gamer yang ‘gak santai’. Jadi sulit buat kami untuk khusyuk dalam menunaikan ibadah berselancar di dunia maya yang berfaedah hehe

 

 

Intinya adalah gaya anak-anak muda sekarang dalam berkomunitas memang telah berubah. Saya sudah aktif di dunia komunitas sejak tahun 2009. Dan sangat merasakan perubahan tersebut.

 

 

Kita tidak akan bisa melawan perubahan, perubahan adalah hal yang pasti. Masalahnya adalah ke arah manakah perubahaan ini akan dibawa? Menjadi makin baik atau malah menjadi makin buruk. Yang harusnya kita khawatirkan bukanlah bagaimana gaya publikasi mereka. Tapi apakah gaya mereka ini dapat membawa perubahan yang baik atau buruk? Kalau pendapat saya, apa yang mereka lakukan masih dalam koridor yang wajar. Meskipun di lapangan, saya sering juga melihat anggota yang malah fokus foto selfie atau wefie ketimbang ke kegiatannya πŸ˜‚

 

 

Yang perlu diingat, hari ini arus informasi dan konten negatif sangat deras mengalir di internet. Sedangkan gadget kita tidak memiliki filter yang dapat memilah mana informasi baik, mana informasi kurang baik. Maka kebiasaan anggota-anggota komunitas yang senang mengunggah foto selfie mereka sedang berkegiatan sosial justru dapat membantu untuk melawan konten-konten negatif.

 

 

Karena yang paling penting dari semuanya adalah gaung perubahaan ke arah yang lebih baik harus terus dan selalu digemakan. Virus-virus kerelawanan harus terus disebarkan. Itulah yang paling utama. Bagaimana metodenya? Itu terserah kita. Buat sekreatif dan semenarik mungkin justru lebih bagus.

 

 

Karena saya yakin kita semua gak mau kan adik-adik kita malah mengonsumsi konten-konten seperti orang main game tapi nyebutin nama binatang, ngeliat vlog orang yang lagi pacaran, atau ngeliat anak muda tatoan ngerokok, asepnya dibikin bulet terus bilang ‘O aja ya kan’

😊😊

Nurhuda anwar.
Bagian dari wadah #KomunitasBogor , @Bogor.Ngariung

%d bloggers like this: