“Beri Aku Sepuluh Pemuda, Maka Akan Ku Guncang Dunia.” Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal kalimat heroik Bapak Founding Father Indonesia Soekarno ini, bukan hanya kalimatnya atau sang Bapak Proklamator yang melontarkannya, melainkan makna dari pesan tersebut akan hebatnya peran pemuda.
Bicara remaja dan pemuda, rasanya tidak ada habisnya. Selain menjadi generasi masa depan, anak muda yang saat ini sedang memiliki kelebihan energi juga selalu disebut-sebut sebagai agen perubahan atau Agent of Change.
Pentingnya peran pemuda dan remaja Bumi Pertiwi sudah ada sejak era perjuangan bangsa ini ketika melawan penjajahan. Dan kini, hal tersebut semakin mengemuka ketika di tahun 2030 Indonesia diprediksi akan menjadi negara yang hebat karena mengalami fenomena bonus demografi.
Bonus demografi sendiri merupakan kondisi di mana populasi usia produktif (usia kerja 15-64 tahun) lebih banyak dari usia nonproduktif. Oleh karena itu, kami ingin mengajak Anda mengenal lebih dekat dengan generasi masa depan, generasi yang diyakini dapat membawa Indonesia menjadi lebih baik, mereka adalah pemuda usia 23-38 tahun yang dikenal sebagai generasi millenials dan remaja usia 15-23 tahun yang dikenal sebagai generasi Z.
Kami mewawancarai Dosen London School Of Public Relations (LSPR) yang juga Founder Rumah Millenials Taufan Teguh Akbari untuk menggali lebih dalam tentang Generasi Millenial. Bagi Taufan sapaan akrab Dosen muda ini, generasi millenial adalah generasi yang paling beruntung yang pernah Indonesia miliki karena mereka lahir di antara momentum yang baik yang memungkinkan negara dan dunia ini berubah ke arah yang lebih baik. Teknologi dan banyak kemudahan membuat generasi millenial menjadi serba mudah dalam kolaborasi tanpa adanya batasan waktu ruang dan usia.
“Momentum ini bagai dua sisi mata uang, bisa saja menjadi momentum yang baik karena dimanfaatkan dengan baik dan bisa juga dilewatkan begitu saja, oleh karena itu saya berharap anak muda Indonesia dapat bangkit dan lakukan sesuatu yang sifatnya transformatif sehingga bisa menjadi inspirasi bagi anak muda yang lain, dan yang harus kita ingat adalah bangsa ini bisa dibangun dengan semangat kebersamaan,” kata Taufan.
Senada dengan Taufan, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bogor Eko Prabowo menilai pemuda dan remaja perlu melakukan hal-hal yang kreatif, inovatif, disiplin dan berprestasi di bidangnya masing-masing.
Pria yang akrab disapa Danjen ini menambahkan bahwa Bogor memiliki pemuda dan remaja yang seperti itu. Meskipun, ia juga merasa masih ada sekumpulan remaja dan pemuda yang belum dapat memanfaatkan momentum indah ini dengan hal positif dan justru terpengaruh oleh substansi yang berbau primodial, radikal dan menjurus ke tindak pidana seperti tawuran yang sedang menciderai citra pemuda dan remaja Bogor yang positif akhir-akhir ini.
“Perkembangan teknologi dapat menjadi peluang dan juga dapat menjadi ancaman, untuk itu saya berharap pemuda dan remaja Bogor memahami bahwa harapan dan nasib bangsa ada di pundak mu, oleh karena itu siapkanlah mental, fisik, iman, dan ketakwaan dalam menghadapi kemajuan globalisasi. Tetaplah alirkan energi positif kalian demi nama baik agama, bangsa negara dan orangtua,” ajak Eko Prabowo.
Mengutip pernyataan peneliti kepemudaan Dr. Muhammad Faisal yang juga Pendiri Youth Laboratory Indonesia bahwa inti permasalahan dunia pemuda saat ini terletak pada gap pemahaman antara satu generasi dengan generasi lainnya. Satu kelompok generasi dan generasi lainnya dipisahkan oleh jurang prasangka dan stereotip. Sehingga, setiap hari terjadi akumulasi dan label negatif. Untuk itu, kami ingin mengajak pembaca untuk mengenal Generasi Z yang sudah mulai masuk ke ranah dunia kerja dan berprestasi.
David Stillman yang telah hampir dua puluh tahun meneliti, menulis dan berbicara dengan topik generasi menjelaskan dalam bukunya (2018) bahwa saat ini ada 72 Juta Gen Z di muka bumi ini, mereka adalah generasi yang lahir pada usia tahun 1995-2012.
David menjelaskan bahwa ada 7 sifat utama Gen Z, yakni generasi pertama yang lahir ke dunia di mana segala aspek fisik (tempat dan manusia) mempunyai ekuivalen digital, Gen Z selalu berusaha keras mengidentifikasi dan melakukan kustomisasi atau penyesuaian identitas mereka sendiri agar dikenal dunia, tumbuh setelah peristiwa 11 September dengan terorisme menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari serta hidup melewati masa krisis berat sejak dini kemudian telah membentuk pola pikir pragmatis dalam merencanakan dan mempersiapkan masa depan.
Selain itu, Gen Z juga sangat takut melewatkan sesuatu dan kabar baiknya mereka selalu berada di barisan terdepan dalam tren dan kompetisi, Gen Z juga sangat dekat dengan ekonomi berbagi, kemudian Gen Z merupakan generasi do-it-yourself (DIY) atau melakukan sendiri dengan melihat tutorial dari Youtube, dan terakhir karena Gen Z merupakan buah hati dari Gen X yang mencekoki hal-hal yang berbau partisipatif menghasilkan jiwa Gen Z menjadi terpacu dan terlahir sebagai tim juara.
Ditulis oleh: Robby Firliandoko
Tulisan ini juga sudah dimuat di Majalah Bogor In.