Literasi sastra merupakan kemampuan untuk membaca dan memahami karya-karya sastra, serta mengapresiasi keindahan dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Literasi sastra berperan penting dalam pengembangan individu dan masyarakat. Salah satu komunitas yang berfokus pada literasi sastra adalah Komunitas Celah Teduh.
Komunitas celah teduh adalah sebuah wadah yang didirikan oleh Abdul Malik Fajar dengan tujuan untuk sanggar kesenian di bidang kesusastraan, seni pertunjukan. Tempat pulang bagi siapapun untuk bercerita, mengekspresikan perasaann, berkarya bersama, menambah wawasan, dan bertukar pikiran.
Abdul Malik Fajar selaku founder menyebutkan tujuan yang lain. ”Mengangkat penulis kecil untuk bisa naik kepermukaan, karena keresahan wadah wadah yang ada hanya untuk menerima penulis penulis besar (biasanya)”, ucapnya.
Komunitas Celah Teduh bergerak melalui media sosial dan diperuntukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Komunitas celah teduh memanfaatkan potensi dan kekuatan media sosial untuk menyatukan individu-individu dengan minat dan tujuan yang sama, meskipun mereka tidak memiliki ruang tetap atau fisik untuk berkumpul.
Komunitas ini terbentuk dari sebuah platform pribadi untuk mengelola perasaan menjadi sebuah karya pada tahun 2017. Pada saat itu, Celah Teduh dibuat untuk menyimpan karya-karya puisi milik sendiri yang dipublikasi untuk mengenalkan atau mempromosikan dan memanfaatkan sosial media sebagai sarananya.
Seiring berjalannya waktu, Celah Teduh mulai dikenal dari mulut ke mulut. Lalu ada juga yang meminta karyanya dimuat dan juga memiliki jejaring yang satu frekuensi. Pada tahun 2020, Celah Teduh diresmikan dari sebuah platform pribadi menjadi komunitas atau wadah yang menerima karya-karya sastra seperti puisi, cerpen, dll. dan serta membuat event-event lomba.
Celah teduh mempunyai moto yaitu,”Tempat pulangmu. Rehatlah dari hiruk piruk yang membuatmu kalut.” jelas Malik.
Kegiatan yang sering dilakukan oleh komunitas Celah Teduh adalah menulis atau membuat karya, berdiskusi yang dinamai Intens Talk, berkunjung ke museum atau ke teater, andil dalam kegiatan sosial dan bergabung dengan taman baca yang ada, membuat event-event, serta tampil dalam pembacaan karya sastra.
Menurut Abdul Malik, masalah utama yang dialami adalah pendanaan, juga karena tidak ada ruang tetap/ruang fisik sehingga susah untuk berkumpul, sifatnya masih melalui sosial media. Lalu karena masih merintis juga, jadi masih meraba raba sambil belajar tentang mengatur sebuah komunitas, menjadi sebuah kendala dalam menjalani Komunitas Celah Teduh.
Tetapi mereka pun berharap komunitas ini bisa menjadi wadah bagi siapapun untuk berkarya, menjadi rumah bagi siapapun untuk pulang dan bekeluh kesah. Harapannya, bisa menambah sub kesenian yang ada, bisa dikenal luas dan harapannya selalu ada tidak terhempas waktu.
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi antara Bogor Ngariung dengan Jurnalistik STIE Kalpataru
Penulis : Eko & Widy
Editor : Fikry